Kerajaan Banjar adalah kerajaan Islam terbesar di Kalimantan yang dapat
mempersatukan beberapa kerajaan kecil di wilayah Kalimantan seperti Kerajaan
Paser dan Kerajaan Kutai di Kalimantan Timur, Kerajaan Kotawaringin di
Kalimantan Tengah, serta Kerajaan Qodriah, Kerajaan Landak, dan Kerajaan
Mempawah di Kalimantan Barat. Kerajaan Banjar juga mempunyai sejarah cukup
panjang, karena diawali dari masa yang jauh sebelum masuknya pengaruh Islam,
yaitu masa yang ditandai dengan berdirinya Candi Laras dan Candi Agung pada
masa Hindu-Budha. (httpbanuahujungtanah.wordpress.comcategorysejarah-banjar)
Sesuai tutur Candi
(Hikayat Banjar versi II), di Kalimantan telah berdiri suatu pemerintahan dari
dinasti kerajaan (keraton) yang terus menerus berlanjut hingga daerah ini
digabungkan ke dalam Hindia Belanda pada 11 Juni 1860:
1. Keraton awal disebut
Kerajaan Kahuripan.
2. Keraton I disebut Kerajaan
Negara Jipa.
3. Keraton II disebut Kerajaan
Negara Daha.
4. Keraton III disebut Kesultanan
Banjar.
5. Keraton IV disebut Kerajaan
Martapura
6. Keraton V disebut Pagustian
Kerajaan Islam Banjar
merupakan salah satu kerajaan terbesar di Kalimantan. Hingga saat ini terdapat
kontroversi di kalangan ahli sejarah mengenai kapan islam masuk ke Kalimantan
Selatan. Paling tidak ada dua aliran besar tentang ini: Pertama kalangan yang
mengatakan bahwa islam masuk sebelum pasukan demak tiba di Banjarmasin; kedua,
golongan yang mengatakan bahwa islam masuk ke Kalimantan Selatan setelah
Kerajaan Daha berhasil direbut oleh Pangeran Samudera bersamaan dengan pasukan
militer Kerajaan Islam Demak. (Khairuzzaini,2011)
Sejarah berdirinya Kesultanan Banjar
Penghuni pertama
Kalimantan Selatan diperkirakan
terkonsentrasi di desa-desa
besar, di kawasan pantai
kaki Pegunungan Meratus
yang lambat laun berkembang
menjadi kota-kota bandar yang
memiliki hubungan perdagangan
dengan India dan
Cina. Dalam perkembangannya,
konsentrasi penduduk juga terjadi di aliran Sungai Tabalong. Pada abad ke
5 M,
diperkirakan telah berdiri
Kerajaan Tanjungpuri yang
berpusat di Tanjung,
Tabalong. Jauh beberapa abad
kemudian, orang-orang Melayu
dari Sriwijaya banyak
yang datang ke kawasan
ini. Mereka memperkenalkan bahasa
dan kebudayaan Melayu
sambil berdagang.
Selanjutnya, kemudian terjadi
asimilasi dengan penduduk
tempatan yang terdiri
dari suku Maanyan, Lawangan dan
Bukit. Maka, kemudian berkembang bahasa Melayu yang bercampur dengan bahasa
suku-suku daerah tempatan,
yang kemudian membentuk
bahasa Banjar Klasik. (httplibrary.utem.edu.mye-melakakoleksi%20melakasejarahmn2008.pdf)
Untuk
mengetahui sejarah Banjar lebih lanjut, historiografi tradisional masyarakat
tempatan sangat banyak membantu.
Di antara sumber
yang paling populer
adalah Hikayat Lambung Mangkurat,
atau Hikayat Banjar. Berdasarkan sumber tersebut, di daerah Banjar telah
berdiri Kerajaan Hindu, yaitu Negara Dipa yang berpusat di Amuntai. Kemudian
berdiri Negara Daha yang berpusat di daerah
sekitar Negara sekarang. Menurut Hikayat Banjar tersebut, Negara Dipa
adalah kerajaan pertama di Kalimantan Selatan. (httplibrary.utem.edu.mye-melakakoleksi%20melakasejarahmn2008.pdf)
Cikal bakal
Raja Dipa bisa
dirunut dari keturunan
Aria Mangkubumi. Ia
adalah seorang saudagar kaya, tapi
bukan keturunan raja. Oleh sebab itu, berdasarkan sistem kasta dalam
Hindu, ia tidak
mungkin menjadi raja.
Namun, dalam pratiknya, ia
memiliki kekuasaan dan
pengaruh yang dimiliki
oleh seorang raja. Ketika
ia meninggal, penggantinya
adalah Ampu Jatmika, yang
kemudian menjadi raja pertama Negara Dipa. Untuk menutupi kekurangannya
yang tidak berasal
dari keturunan raja,
Jatmika kemudian banyak
mendirikan bangunan, seperti
candi, balairung, kraton dan arca berbentuk laki-laki dan perempuan yang
ditempatkan di candi. Segenap warga Negara Dipa diwajibkan menyembah arcaini.(httplibrary.utem.edu.mye-melakakoleksi%20melakasejarahmn2008.pdf)
Ketika Ampu Jatmika meninggal dunia,
ia berwasiat agar kedua anaknya, Ampu Mandastana dan Lambung Mangkurat tidak
menggantikannya, sebab mereka bukan
keturunan raja. Tapi kemudian,
Lambung Mangkurat berhasil
mencari pengganti raja,
dengan cara mengawinkan seorang putri
Banjar, Putri Junjung
Buih dengan Raden
Putera, seorang pangeran
dari Majapahit. Setelah menjadi
raja, Raden Putera
memakai gelar Pangeran
Suryanata, sementara Lambung Mangkurat memangku jabatan sebagai
Mangkubumi. (httplibrary.utem.edu.mye-melakakoleksi%20melakasejarahmn2008.pdf)
Setelah Negara Dipa runtuh, muncul Negara
Daha yang berpusat di Muara Bahan. Saat itu, yang memerintah
di Daha adalah
Maharaja Sukarama. Ketika
Sukarama meninggal, ia berwasiat
agar cucunya Raden
Samudera yang menggantikan.
Tapi, karena masih
kecil, akhirnya Raden Samudera
kalah bersaing dengan
pamannya, Pangeran Tumenggung
yang juga berambisi menjadi
raja. Atas nasehat
Mangkubumi Aria Tranggana
dan agar terhindar dari pembunuhan, Raden Samudera
kemudian melarikan diri dari Daha, dengan cara menghilir sungai melalui Muara
Bahan ke Serapat, Balandian, dan memutuskan untuk bersembunyi di daerah Muara
Barito. Di daerah
aliran Sungai Barito
ini, juga terdapat
beberapa desa yang dikepalai oleh para kepala suku. Di antara desa-desa
tersebut adalah Muhur, Tamban, Kuwin, Balitung dan Banjar. Kampung Banjar
merupakan perkampungan Melayu yang dibentuk oleh lima buah sungai yakni Sungai
Pandai, Sungai Sigaling, Sungai Karamat, Jagabaya dan Sungai Pangeran
(Pageran). Semuanya anak Sungai Kuwin. Desa Banjar ini terletak di
tengah-tengah pemukiman Oloh Ngaju diBaritoHilir.(httplibrary.utem.edu.mye-melakakoleksi%20melakasejarahmn2008.pdf)
Orang-orang Dayak
Ngaju menyebut orang
yang berbahasa Melayu
dengan sebutan Masih. Oleh karena
itu, desa Banjar
tersebut kemudian disebut
Banjarmasih, dan pemimpinnya disebut Patih Masih. Desa-desa di
daerah Barito ini semuanya takluk di bawah Daha dengan kewajiban membayar
pajak dan upeti.
Hingga suatu ketika,
Patih Masih mengadakan pertemuan dengan Patih Balit,
Patih Muhur, Patih Balitung, Patih Kuwin untuk berunding, agar bisa keluar dari
pengaruh Daha, dan menjadikan kawasan mereka merdeka dan besar. (httplibrary.utem.edu.mye-melakakoleksi%20melakasejarahmn2008.pdf)
Keputusannya, mereka
sepakat mencari Raden
Samudera, cucu Maharaja
Sukarama yang kabarnya sedang
bersembunyi di daerah Balandean, Sarapat. Kemudian, mereka juga sepakat
memindahkan bandar perdagangan
ke Banjarmasih. Selanjutnya,
di bawah pimpinan
Raden Samudera, mereka memberontak melawan kerajaan Daha. Peristiwa ini
terjadi pada abad ke-16 M. Pemberontakan
ini amat penting,
karena telah mengakhiri eksistensi
Kerajaan Daha, yang berarti akhir dari era Hindu. Selanjutnya,
masuk ke
era Islam dan berdirilah Kerajaan
Banjar. (httplibrary.utem.edu.mye-melakakoleksi%20melakasejarahmn2008.pdf)
Dalam sejarah
pemberontakan itu, Raden
Samudera meminta bantuan
Kerajaan Demak di Jawa.
Dalam Hikayat Banjar disebutkan,
Raden Samudera mengirim
duta ke Demak untuk mengadakan hubungan
kerja sama militer.
Utusan tersebut adalah
Patih Balit, seorang pembesar Kerajaan
Banjar. Utusan menghadap
Sultan Demak dengan
seperangkat hadiah sebagai tanda
persahabatan berupa sepikul rotan, seribu buah tudung saji, sepuluh pikul
lilin, seribu bongkah damar dan sepuluh biji intan. Pengiring duta kerajaan ini
sekitar 400 orang. Demak menyambut baik utusan ini, dan sebagai persyaratan,
Demak meminta kepada utusan tersebut, agar Raja Banjar dan semua pembesar mau
memeluk agama Islam. Atas bantuan Demak,
Pangeran Samudera berhasil
mengalahkan Pangeran Tumenggung,
penguasa Daha, sekaligus
menguasai seluruh daerah taklukan Daha. (httplibrary.utem.edu.mye-melakakoleksi%20melakasejarahmn2008.pdf)
Setelah berhasil
meruntuhkan dan menguasai
kerajaan Daha, maka
Raden (Pangeran) Samudera segera
menunaikan janji untuk memeluk Islam. Setelah masuk Islam, ia memakai gelar Sultan
Suriansyah. Gelar lainnya
adalah Panembahan atau
Susuhunan Batu Habang. Dialah Raja
Banjar pertama yang
memeluk Islam, dan sejak
itu, agama Islam
berkembang pesat di Kalimantan Selatan. Pangeran Samudera (Sultan Suriansyah)
diislamkan oleh wakil penghulu Demak, Khatib Dayan pada tanggal 24 September 1526
M, hari Rabu jam 10 pagi, bertepatan
dengan 8 Zulhijjah
932 H. Khatib
Dayan merupakan utusan
Penghulu Demak Rahmatullah,
dengan tugas melakukan proses pengislaman raja beserta pembesar kerajaan. Khatib Dayan
bertugas di Kerajaan
Banjar sampai ia meninggal
dunia, dan dikuburkan
di Kuwin Utara. (httplibrary.utem.edu.mye-melakakoleksi%20melakasejarahmn2008.pdf)
Sultan Suriansyah
telah membuka era
baru di Kerajaan
Banjar dengan masuk
dan berkembangnya agama Islam. Kerajaan Banjar yang dimaksud di sini
adalah kerajaan pasca masuknya
agama Islam. Sementara
era Negara Dipa
dan Daha merupakan
era tersendiri yang melatarbelakangi kemunculan
Kerajaan Banjar. Diperkirakan,
Suriansyah meninggal dunia sekitar
tahun 1550 M.
Seiring masuknya kolonial
kulit putih Eropa,
Kerajaan Banjar kemudian
dihapuskan oleh Belanda pada 11 Juni 1860. (httplibrary.utem.edu.mye-melakakoleksi%20melakasejarahmn2008.pdf)
Dalam
perjalanannya, Kerajaan Banjar telah mengalami berbagai kesulitan dan ancaman
baik dari eksternal maupun internal, terutama masa-masa setelah datangnya
bangsa kolonial. Pusat kerajaan atau Keraton Banjar harus berpindah-pindah dari
satu tempat ke tempat lain tidak kurang dari 5 (lima) kali. Tetapi tak satupun
sisa-sisa tinggalan Keraton Banjar tersebut yang dapat diwariskan kepada
generasi sekarang. Keraton pertama yang disebutkan berada di wilayah Kuin, dan
keraton kedua yang berlokasi di Kayutangi atau Teluk Selong, Martapura, tidak
ada seorangpun yang dapat menjelaskannya. Kenyataan yang sekarang dapat ditemui
di Kuin saat ini hanyalah lokasi Makam Sultan Suriansyah dan para tokoh yang
sejaman seperti Khatib Dayan, serta makam keluarga Sultan Suriansyah sendiri. (httpbanuahujungtanah.wordpress.comcategorysejarah-banjar)
Tidak atau belum ditemukan serta
diketahuinya dimana lokasi Keraton Banjar dan bagaimana bentuk arsitekturnya
hingga saat ini merupakan pertanyaan penelitian atau research questions yang menarik untuk
dicarikan jawabannya. Sehubungan dengan hal itulah penelitian ini dilaksanakan,
dengan melakukan kerja kolaboratif antara sejarah, arkeologi dan arsitektur,
maka diharapkan dapat menguak tabir yang selama ini belum ada yang mengangkat
dan membicarakannya. (httpbanuahujungtanah.wordpress.comcategorysejarah-banjar)
Masuk dan berkembangnya islam berlangsung sebelum
Kesultanan Banjar berdiri. Hal ini dikarenakan wilayah cikal bakal Kesultanan
Banjar yang strategis, yaitu jalur perdagangan dan pelayaran. Melalui pelabuhan
dan transaksi perdagangan yang ada, islam di dakwahkan oleh pedagang-pedagang
muslim kepada rakyat. (http://www.al-khilafah.org/2011/06/kesultanan-banjar-bagian-khilafah-yang.html)
Masuknya islam berlangsung dengan damai di kawasan ini
melalui tangan pedagang dan para ulama. Dalam salah satu makalah Pra Seminar
Sejarah Kalsel (1973) disebutkan, Sunan Giri juga pernah singgah di Pelabuhan
Banjar. Sunan Giri melakukan transaksi pedagang dengan warga sekitar dan bahkan
memberikan secara gratis barang-barang kepada penduduk yang fakir. (http://www.al-khilafah.org/2011/06/kesultanan-banjar-bagian-khilafah-yang.html)
Di samping itu juga terdapat keterangan mengenai salah
seorang pemuka Kerajaan Daha, yakni Raden Sekar Sungsang yang menimba ilmu
kepada Sunan Giri. Melalui jalur inilah Pangeran Samudera mengenai Islam dan
kelak mengadakan hubungan dengan Kesultanan Demak. Pangeran Samudera sendiri
kemudian masuk Islam dan mengganti namanya menjadi Sultan Suriansyah.
Sekaligus menjadi Sultan pertama dalam Sejarah Kesultanan Banjar yang berdiri
pada hari Rabu 24 September 1526. Tempat pemerintahan dipusatkan di rumah Patih
Masih, daerah perkampungan suku Melayu yang terletak di antara Sungai Keramat
dan jagabaya dengan Sungai Kuyin sebagai induk. Pada tempat ini pula dibangun
sebuah Masjid yang berdiri hingga sekarang, dikenal dengan nama Masjid Sultan
Suriansyah.(http://www.al-khilafah.org/2011/06/kesultanan-banjar-bagian-khilafah
yang.html
Dalam
perjalanannya, Kerajaan Banjar telah mengalami berbagai kesulitan dan ancaman
baik dari eksternal maupun internal, terutama masa-masa setelah datangnya
bangsa kolonial. Pusat kerajaan atau Keraton Banjar harus berpindah-pindah dari
satu tempat ke tempat lain tidak kurang dari 5 (lima) kali. Tetapi tak satupun
sisa-sisa tinggalan Keraton Banjar tersebut yang dapat diwariskan kepada
generasi sekarang. Keraton pertama yang disebutkan berada di wilayah Kuin, dan
keraton kedua yang berlokasi di Kayutangi atau Teluk Selong, Martapura, tidak
ada seorangpun yang dapat menjelaskannya. Kenyataan yang sekarang dapat ditemui
di Kuin saat ini hanyalah lokasi Makam Sultan Suriansyah dan para tokoh yang sejaman
seperti Khatib Dayan, serta makam keluarga Sultan Suriansyah sendiri.
(httpbanuahujungtanah.wordpress.comcategorysejarah-banjar)
Raja-raja
Kerajaan Banjar
1. 1526
– 1545: Pangeran Samudra yang kemudian bergelar Sultan Suriansyah, Raja pertama
yang memeluk Islam.
2. 1545-1570:
Sultan Rahmatullah
3. 1570
- 1595 : Sultan Hidayatullah
4. 1595
- 1620 : Sultan Mustain Billah, Marhum Penambahan yang dikenal sebagai Pangeran
Kecil. Sultan inilah yang memindahkan Keraton Ke Kayutangi, Martapura, karena
keraton di Kuin yang hancur diserang Belanda pada Tahun 1612.
5. 1620
- 1637 : Ratu Agung bin Marhum Penembahan yang bergelar Sultan Inayatullah.
6. 1637
- 1642 : Ratu Anum bergelar Sultan Saidullah.
7. 1642
- 1660 : Adipati Halid memegang jabatan sebagai Wali Sultan, karena anak Sultan
Saidullah, Amirullah Bagus Kesuma belum dewasa.
8. 1660
- 1663 : Amirullah Bagus Kesuma memegang kekuasaan hingga 1663, kemudian
Pangeran Adipati Anum (Pangeran Suriansyah) merebut kekuasaan dan memindahkan
kekuasaan ke Banjarmasin.
9. 1663
- 1679 : Pangeran Adipati Anum setelah merebut kekuasaan memindahkan pusat
pemerintahan Ke Banjarmasin bergelar Sultan Agung.
10. 1679
- 1700 : Sultan Tahlilullah berkuasa.
11. 1700
- 1734 : Sultan Tahmidullah bergelar Sultan Kuning.
12. 1734
- 1759 : Pangeran Tamjid bin Sultan Agung, yang bergelar Sultan Tamjidillah.
13. 1759
- 1761 : Pangeran Muhammad Aliuddin Aminullah.
14. 1761
- 1801 : Pangeran Nata Dilaga sebagai wali putera Sultan Muhammad Aliuddin yang
belum dewasa tetapi memegang pemerintahan dan bergelar Sultan Tahmidullah.
15. 1801
- 1825 : Sultan Suleman Al Mutamidullah bin Sultan Tahmidullah.
16. 1825
- 1857 : Sultan Adam Al Wasik Billah bin Sultan Suleman.
17. 1857
- 1859 : Pangeran Tamjidillah.
18. 1859
- 1862 : Pangeran Antasari yang bergelar Panembahan Amir Oeddin Khalifatul
Mu'mina
19. 1862
- 1905 : Sultan Muhammad Seman yang merupakan Raja terakhir dari Kerajaan
Banjar
(http://kadahakunjua.blogspot.com/2009/02/cikal-bakal-kerajaan-banjar-di.html)
Masa kejayaan
Kesultanan
Banjar mulai mengalami masa kejayaan pada dekade pertama abad ke-17 dengan lada sebagai komoditas
dagang, secara praktis barat daya, tenggara dan timur pulau Kalimantan membayar
upeti pada kerajaan Banjarmasin. Sebelumnya Kesultanan Banjar membayar upeti
kepada Kesultanan Demak, tetapi pada masa Kesultanan Pajang penerus Kesultanan
Demak, Kesultanan Banjar tidak lagi mengirim upeti ke Jawa.
Supremasi
Jawa terhadap Banjarmasin, dilakukan lagi oleh Tuban pada tahun 1615 untuk menaklukkan
Banjarmasin dengan bantuan Madura (Arosbaya) dan Surabaya, tetapi gagal karena
mendapat perlawanan yang sengit.
Sultan
Agung dari Mataram (1613–1646), mengembangkan kekuasaannya atas pulau Jawa
dengan mengalahkan pelabuhan-pelabuhan pantai utara Jawa seperti Jepara dan
Gresik (1610), Tuban (1619), Madura (1924) dan Surabaya (1625). Pada tahun 1622 Mataram kembali
merencanakan program penjajahannya terhadap kerajaan sebelah selatan, barat
daya dan tenggara pulau Kalimantan, dan Sultan
Agung menegaskan kekuasaannya atas Kerajaan Sukadana tahun 1622.
Seiring
dengan hal itu, karena merasa telah memiliki kekuatan yang cukup dari aspek
militer dan ekonomi untuk menghadapi serbuan dari kerajaan lain, Sultan Banjar
mengklaim Sambas, Lawai, Sukadana, Kotawaringin, Pembuang, Sampit, Mendawai,
Kahayan Hilir dan Kahayan Hulu, Kutai, Pasir, Pulau Laut, Satui, Asam Asam,
Kintap dan Swarangan sebagai vazal dari kerajaan Banjarmasin, hal ini terjadi
pada tahun 1636.
Sejak
tahun 1631
Banjarmasin bersiap-siap menghadapi serangan Kesultanan Mataram, tetapi karena kekurangan logistik, maka
rencana serangan dari Kesultanan Mataram sudah tidak ada lagi. Sesudah tahun 1637 terjadi migrasi dari
pulau Jawa secara besar-besaran sebagai akibat dari korban agresi politik
Sultan Agung. Kedatangan imigran dari Jawa mempunyai pengaruh yang sangat besar
sehingga pelabuhan-pelabuhan di pulau Kalimantan menjadi pusat difusi
kebudayaan Jawa.
Disamping
menghadapi rencana serbuan-serbuan dari Mataram, kesultanan Banjarmasin juga
harus menghadapi kekuatan Belanda. Pada tahun 1637 Banjarmasin dan Mataram
mengadakan perdamaian setelah hubungan yang tegang selama bertahun-tahun. Perang
Makassar (1660-1669) menyebabkan banyak pedagang pindah dari Somba Opu,
pelabuhan kesultanan Gowa ke Banjarmasin. Mata uang yang beredar di Kesultanan
Banjar disebut doit.
Sebelum
dibagi menjadi beberapa daerah (kerajaan kecil), wilayah asal Kesultanan Banjar
meliputi provinsi Kalimantan Selatan dan Kalimantan
Tengah, sebelah barat berbatasan dengan Kerajaan Tanjungpura pada lokasi Tanjung
Sambar (Ketapang) dan sebelah timur berbatasan dengan Kesultanan
Pasir pada lokasi Tanjung Aru. Pada daerah-daerah pecahannya, rajanya
bergelar Pangeran, hanya di Kesultanan Banjar yang berhak memakai gelar Sultan.
Kesultanan-kesultanan lainnya mengirim upeti kepada Kesultanan Banjar, termasuk
Kesultanan Pasir yang ditaklukan tahun 1636 dengan bantuan
Belanda.
Kesultanan Banjarmasin
merupakan kerajaan terkuat di pulau Kalimantan. Sultan Banjar
menggunakan perkakas kerajaan yang bergaya Hindu. (https://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Banjar)
Kehidupan Sosial Budaya
Dalam kehidupan
masyarakat Banjar terdapat
susunan dan peranan sosial
yang berbentuk limas
(lapisan). Lapisan paling
atas adalah golongan
penguasa yang merupakan golongan minoritas. Mereka
adalah kaum bangsawan
atau “bubuhan raja-raja”.
Penghargaan masyarakat
terhadap golongan bangsawan
ini sesuai dengan
derajat kebangasawanannya. Mereka,
secara turun-temurun, menjadi golongan terhormat dan berdarah bangsawan, serta mempunyai gelar-gelar
seperti sultan, pangeran,
ratu, gusti, andin,
antung, dan nanang. Golongan ini mempunyai hak memungut
cukai dari hasil bumi, hasil pertanian, perikanan dan lain-lain. (httplibrary.utem.edu.mye-melakakoleksi%20melakasejarahmn2008.pdf)
Golongan
kedua adalah pejabat kerajaan, ulama-ulama, mufti, dan penghulu. Golongan ini
langsung berhubungan dengan penduduk. Segala macam barang yang mereka beli dari
masyarakat dan di bayar dengan uang. Mufti sebagai pejabat formal mengurus
segala perkara hukum pada tingkat tinggi. Sementara ulama-ulama menyampaikan
ajaran agama islam. (httplibrary.utem.edu.mye-melakakoleksi%20melakasejarahmn2008.pdf)
Golongan
ketiga merupakan golongan terbesar, yaitu rakyat biasa. Mereka itu adalah
golongan yang hidup dari bertani dan perdagangan kecil-kecilan, nelayan,
kerajinan, industri, dan pertukangan. (httplibrary.utem.edu.mye-melakakoleksi%20melakasejarahmn2008.pdf)
Golongan bawah
adalah golongan pandeling.
Golongan pandeling adalah mereka yang kehilangan setengah
kemerdekaan akibat hutang-hutang
yang tak dapat
mereka bayar. Biasanya, merekalah
yang menjalankan perdagangan
dari golongan bangsawan
atau pedagang-pedangan kaya. Golongan
ini berakhir pada abad ke-19,
seiring dengan dihapuskannya
Kerajaan Banjar oleh Belanda. (httplibrary.utem.edu.mye-melakakoleksi%20melakasejarahmn2008.pdf)
Berkaitan
dengan kehidupan budaya, telah berkembang beberapa corak seni dan sastra. Saat itu, Banjar
telah memiliki gamelan
yang dipukul dengan
lemah lembut, seni
sastra berkembang dengan menggunakan
huruf Arab Melayu
(Jawi), dan kemungkinan,
juga telah berkembang suatu
seni, hasil perpaduan
antara tonil Melayu dan
cerita Seribu Satu Malam.
Seni ukir berkembang
karena adanya kebiasaan
para bangsawan dan
orang kaya untukmembuat rumah secara mewah, yang
dipenuhi dengan ukiran indah. Corak seni lain yang jugatelah berkembang dan
amat kuat dipengaruhi kebudayaan Islam adalah mahidin dan balamut. Ini semua
menunjukkan bahwa, di
Kerajaan Banjar telah
berkembang suatu seni
budaya dengan coraknya yang khas. (httplibrary.utem.edu.mye-melakakoleksi%20melakasejarahmn2008.pdf)
Daftar
Rujukan
httplibrary.utem.edu.mye-melakakoleksi%20melakasejarahmn2008.pdf
(online), diakses tanggal 16 April 2013.
http://www.al-khilafah.org/2011/06/kesultanan-banjar-bagian-khilafah-yang.html
(online), diakses tanggal 15 April 2013
httpbanuahujungtanah.wordpress.comcategorysejarah-banjar
(online), diakses tanggal 15 April 2013
Khairuzzaini. 2011. Islamisasi Kerajaan Banjar (analisis hubungan Kerajaan Demak dengan
Kerajaan Banjar atas masuknya islam di Kalimantan Selatan). Tesis (httpdigilib.uin-suka.ac.id69011BAB%20I%2CV.pdf)
(online). Diakses tanggal 16 April 2013
http://kadahakunjua.blogspot.com/2009/02/cikal-bakal-kerajaan-banjar-di.html(online)
diakses tanggal 16 April 2013
https://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Banjar
(online) diakses tanggal 16 April
2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar